“Mulailah dengan yang kanan.” Itulah petuah Nabi Muhammad sekitar 14 abad silam. Apa artinya? Ternyata, penafsirannya luas sekali. Salah satunya, dahulukan anggota tubuh sebelah kanan, baik dalam keseharian maupun beribadah. Sementara itu, penafsiran lainnya menurut kami dan juga menurut Ary Ginanjar dalam ESQ-nya, “Mulailah dengan otak kanan,” atau, “Utamakan otak kanan.” Hm, otak kanan, apa penjelasannya?
Begini. Para ahli yang mulai meneliti sejak 1930-an percaya bahwa otak kiri adalah otak rasional, yang erat kaitannya dengan kecerdasan intelektual (IQ), lebih bersifat logis, aritmatik, verbal, segmental, fokus, serial (linier), mencari perbedaan, dan bergantung waktu. Sementara itu, otak kanan adalah otak emosional, yang erat kaitannya dengan kecerdasan emosional (EQ), bersifat intuitif, spasial, visual, holistik, difus, parallel (lateral), mencari persamaan, dan tidak bergantung waktu.
Oleh karena sifat-sifatnya itulah, otak kanan bisa mencuatkan empati, keramahan, keikhlasan, syukur, dan pemaknaan hidup. Bisa juga mencuatkan kreativitas, gurauan, penceritaan, dan kiasan, termasuk mencuatkan imajinasi, visi, intuisi, dan sintesis yang mana itu semua mustahil dibersitkan oleh otak kiri. Konon, dualism otak inilah yang memojokkan manusia berpikir serbabiner. Sebut saja, berhasil-gagal, untung-rugi, debit-kredit, halal-haram, surge-neraka, Timur-Barat, dan sebagainya.
Terlepas dari itu, sadarlah kita akan rambu-rambu di jalan raya yang bertuliskan, “Gunakan lajur kanan untuk mendahului.” Sering lihat kan? Entah pernah terlintas di benak Anda atau tidak, rupa-rupanya untuk meraih kesuksesan, perintah tersebut juga berlaku seratus persen. Jelasnya, “Gunakan otak kanan untuk mendahului yang lain.” Yah, begitulah.
Apa yang kami pahami, otak kanan adalah tiket untuk berada di posisi terdepan. Itu betul! Di kitab 13 Wasiat Terlarang! Dahsyat dengan Otak Kanan! pun kami berhujah bahwa kesuksesan itu lebih dari 80 persen ditentukan oleh otak kanan. Tepat sekali, lebih dari 80 persen! Alasan ringkasnya, yah, lantaran tidak tercerainya antara otak kanan dengan EQ dan SQ. Sungguh, otak kanan itu layak untuk diutamakan.
Sekadar catatan, kami mengamati kultur Islam, Nasrani, bahkan Indonesia, familiar dengan serentetan istilah serba kanan yang seluruhnya identik dengan kebaikan. Contohnya saja, kalau Al-Qur’an memuat istilah “golongan kanan”, maka Injil memuat istilah “sebelah kanan”. Kalau orang Padang bilang “langkah suok” alias langkah kanan, maka orang Batak bilang “dalan siamun” alias jalan yang kanan. Bangsa Indonesia sendiri akrab dengan istilah “tangan kanan”. Burung Garuda dalam Pancasila pun menoleh ke kanan, bukannya ke kiri atau lurus ke depan. Sekali lagi, seluruhnya identik dengan kebaikan.
Malah dalam bahasa Inggris kebetulan kata “kanan” dan kata “benar” sama-sama diterjemahkan menjadi “right”. Maka, bolehlah kami berasumsi bahwa kanan itu hampir selalu benar. Lebih lanjut, dalam bahasa Inggris kebetulan pula kata “kiri” dan kata “tertinggal” sama-sama diterjemahkan menjadi “left”. Maka, bolehlah kami berasumsi bahwa kiri itu hampir selalu tertinggal.
Bahkan untuk beranjak dan bergerak ke sisi kanan dalam Cashflow Quadrant-nya Robert Kiyosaki, asahlah otak kanan! Bukankah penghuni kuadran kanan seperti pengusaha dan investor itu gemilang otak kanannya? Sebaliknya, bukanlah penghuni kuadran kiri seperti karyawan dan professional itu cemerlang otak kirinya? Buntut-buntutnya, tentu saja, yang kanan yang kaya. (Hm, perumus Cashflow Quadrant saja tidak ngeh kaitan antara kuadran kanan dengan otak kanan. Ia juga tidak ngeh bahwa sesungguhnya Ayah Kaya itu adalah Ayah Kanan dan Ayah Miskin itu adalah Ayah Kiri.)
Celakanya, karena dunia pendidikan (mulai dari SD hingga universitas) sangat memanjakan otak kiri, maka mayoritas orang kuat otak kirinya. Ketika kami tampil bareng Kak Seto dan Neno Warisman (dua ikon pendidikan anak) pada dua seminar yang berbeda, mereka juga menyayangkan dunia pendidikan yang timpang sedemikian (walaupun tidak semua). Walhasil apa pun itu, jadilah orang kanan itu minoritas.
Kembali soal visi. Apa sih maksudnya? Ketahuilah, terminologi lain untuk visi adalah niat. Pasti kita masih ingat dengan pernyataan, “Mulailah dengan yang kanan.” Pasti kita masih ingat juga akan maknanya, “Mulailah dengan otak kanan.” Nah, itu semua kait-mengait dengan pernyataan, “Mulailah dengan niat.” Memang, otak kanan itu pemukiman bagi visi atau niat. (Dalam Islam, visi tertinggi seorang muslim adalah memperoleh keberkahan dan keridhaan Allah. Karena hidup dan matinya hanyalah untuk Allah semata.)
Kami ulangi lagi, “Mulailah dengan yang kanan.” Mulailah dengan visi dan misi (baca: kanan), setelah itu barulah iringi dengan strategi dan taktik (baca: kiri). Gambaran besar dulu (baca: kanan), baru detail (baca: kiri). “Begin with the end in mind,” istilah Stephen Covey dalam 7 kebiasaan efektifnya. Sejelas itu. Titik.
Courtesy of:
Muhammad sebagai Pedagang, hal. 2-8, karya Ippho Santosa (dengan pengubahan)